Rumah Ideal Harus Sesuai dengan Kondisi Lokal

KOMPAS.com - Kompetisi tidak hanya memberikan pujian bagi pemenangnya. Di ranah arsitektur, kompetisi bisa juga memberikan kesejahteraan bagi kaum marjinal.

Sebuah kompetisi yang disponsori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Building Trust International, Habitat for Humanity, dan Karuna Cambodia menyediakan ruang bagi desain rumah-rumah murah di Phnom Penh, ibukota Kamboja. 

Desain-desain pemenang ternyata bisa memberikan jawaban bagi kebutuhan rumah murah tahan bencana di negeri itu.
Lebih dari 600 tim telah mengirimkan karyanya pada 2013 lalu. Namun, hanya tiga dari antara para pengirim karya yang akhirnya terpilih dan bisa membangun rumahnya dengan biaya sebesar masing-masing 2.000 dollar AS atau setara Rp 22,9 juta. Meski terbilang cukup minim, biaya tersebur rupanya bisa digunakan untuk membangun rumah sederhana yang sesuai dengan kondisi lokasi.
Rumah pertama bernama Courtyard House. Menurut perancang sekaligus pembangunannya, Jess Lumley dan Alexander Koller, empati dan pengertian lingkungan menjadi bekal mereka dalam mendesain rumah. Setelah bertahun-tahun bekerja di Kamboja, tim yang berasal dari Inggris tersebut akhirnya mengerti bahwa kesederhanaan jauh lebih penting. Mereka menggunakan material-material tradisional, seperti dinding dari batu bata, tiang kayu, tikar daun palem, dan penutup jendela dari bambu.
"Kami ingin membuat rumah yang akrab dengan keluarga yang akan pindah ke tempat ini. Sebuah rumah yang nyaman dan tidak terasa asing dengan sekelilingnya," ujar Lumley.
Rumah ini dibangun dengan bentuk menyerupai panggung. Karena itu, di lantai dasar terdapat ruang yang teduh untuk menaruh motor atau tempat tidur hammock.
Selain menyerupai panggung, rumah juga dibagi menurut fungsinya. Misalnya, ada bagian khusus untuk memasak, bagian khusus untuk mencuci. Jembatan digunakan untuk menghubungkan bagian-bagian tersebut. Jembatan selebar lima hingga 12 meter ini juga berfungsi sebagai area ventilasi.
Ada pula rumah yang dibangun oleh tim desainer asal Australia, Visionary Design Development Pty. Ltd. Tim tersebut membangun rumah bernama Wet + Dry House. Tim yang terdiri dari Muhammad Kamil, Nick Shearman, Ralph Green dan Mary Ann Jackson juga menyiapkan rumah yang mampu bertahan menghadapi banjir. 

Mereka melakukan pendekatan yang sedikit berbeda. Alih-alih menaikkan ketinggian rumah secara drastis, Wet + Dry House memperkenalkan ide berupa respon multi tahapan.
Setiap rumah memiliki bagian dengan ketinggian berbeda. Rumah-rumah tersebut memiliki teras yang sedikit terangkat dari pemukaan tanah, namun juga memiliki bangunan lebih tinggi.
Mereka berharap penduduk tidak hanya tinggal di rumah murah yang berkelanjutan, namun juga gencar bersosialisasi, melakukan kegiatan ekonomi, dan menanam lebih banyak tanaman tanaman. Keberadaan teras dengan ketinggian yang tidak jauh dari permukaan tanah membuat kegiatan bersosialisasi pun tidak sulit dilakukan.
Rumah terakhir dibangun oleh tim dari Amerika Serikat. Tim yang terdiri dari desainer Keith Greenwald dan Lisa Ekle membangun rumah bernama Open Embrace. Mereka sudah melakukan riset terhadap kondisi eksisting delta Sungai Mekong.
Ruang untuk berkegiatan di rumah ini ditopang dengan batu bata tanah liat. Batu bata tersebut menjaga rumah dan penghuninya dari banjir. Di musim kemarau, bagian bawah rumah yang terhalang bangunan bisa menjadi lokasi teduh untuk bersosialisasi.
"Material rumah-rumah ini familiar dan diproduksi secara lokal. Hal ini menstimulasi perekonomian dan menghubungkan komunitas. (Rumah-rumah) ini menghormati tradisi dan teknik vernakular, memperbaruinya menjadi visi Kamboja modern," ujar Greenwald.

Related Posts:

0 Response to "Rumah Ideal Harus Sesuai dengan Kondisi Lokal"

Posting Komentar